Sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit. Semakin besar bisnis yang ingin kita capai, maka kita perlu menyederhanakannya dengan mulai melangkah, sekecil apapun langkah itu. Banyak pengusaha yang memulai dari bisnis kecil-kecilan namun perlahan-lahan kemudian menjadi pengusaha besar. Lalu kita hanya membutuhkan kesabaran, keuletan (tahan uji) dan ketekunan yang akan membawa kita melampaui masa-masa sulit, dan mampu bangkit dari kegagalan.
Amir seorang pengusaha yang tinggal di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Semula Amir adalah merupakan pemuda desa pada umumnya, dimana setelah lulus kuliah ingin sekali menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Begitu lulus kuliah pada tahun 1995, pilihan Amir adalah menjadi guru, dengan harapan suatu saat akan diangkat menjadi PNS.
Dengan status guru tidak tetap di suatu SMA, Amir mendapat honor yang sangat kecil, yang tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan setiap bulannya. Orang tuanya masih membantu untuk operasional dia sebagai seorang guru tidak tetap, dengan harapan yang sama bahwa bahwa suatu saat, secepat mungkin, Amir bisa diangkat menjadi PNS. Untuk menutupi kekurangannya dan mengurangi beban orang tuanya, Amir merangkap menjadi tenaga pengajar di sekolah swasta.
Pada tahun 2000, umur Amir sudah 30 tahun dan telah mengabdi menjadi guru selama 6 tahun. Berbagai lowongan PNS telah dia daftar, namun dia belum diterima juga. Ada keraguan apakah dia akan bisa menjadi PNS atau tidak, karena ada temennya sudah sudah jadi PNS, walaupun sebagian besar lainnya belum. Sementara setiap tahun, sarjana yang lulus dan ingin menjadi PNS semakin banyak. Hal ini bisa dilihat dari pendaftaran, yang bahkan untuk ambil formulir saja harus antri berjam-jam, bahkan dimulai dari subuh.
Sebenarnya dia masih cukup bersabar, karena mungkin belum rizkinya. Dia masih berharap untuk menjadi PNS, dimanapun yang penting PNS. Sampai suatu saat, dia ketemu dengan seorang sahabat lamanya semasa di SMA, yang kebetulan menjadi pengusaha. Usaha temennya ini di perdagangan rempah-rempah (bawang, brambang, cabai dll), kelihatannya sepele dan kecil. Namun ternyata omset temennya itu sekarang ini sudah mencapai 150 juta setiap bulan, dengan keuntungan bersih rata-rata 7,5 juta setiap bulannya.
Amir takjub dan terkesan, karena temennya ini tidak kuliah, namun hanya lulusan SMA. Sementara pendapatan Amir dari mengajarnya di 3 sekolah hanya rata-rata 1 juta setiap bulannya, itupun 50% habis untuk operasional atau masih pendapatan kotor, padahal dia adalah seorang sarjana bidang pendidikan jurusan mematika. Kalau dihitung-hitung pendapatan temennya senilai 7,5 kali lipat dari pendaptannya, artinya hasil usaha temennya 1 tahun sebanding dengan kerjanya 7,5 tahun. Perbandingan yang cukup besar. Dia masih ingat temennya ini mulai jualan rempah-rempah begitu lulus SMA, karena tidak ada biaya untuk kuliah.
Dengan rasa takjub, Amir mencoba ingin tahu lebih jauh, bagaimana proses keberhasilan temannya itu. Dia tidak mau hanya berpikir pasif bahwa semua itu hanya takdir dari Allah. Sampai akhirnya setelah beberapa kali ketemu dengan temennya, Amir termotivasi untuk menjadi pengusaha.
Semula Amir bingung harus berusaha apa, karena dia tidak memiliki modal, juga bisnis apa yang cocok untuk dilakukannya. Namun dia terus mencari ide bisnis yang cocok, mampu dia lakukan dan tidak membutuhkan modal besar. Modal bukan alasan utama bagi orang yang benar-benar ingin jadi pengusaha, akan selalu ada jalan bagi orang yang mau serius mencarinya.
5 bulan kemudian Amir menemukan ide bisnis beternak ikan lele, yang dari analisanya tidak membutuhkan modal besar dan relatif mudah. Juga kebetulan orang tuanya memiliki sawah kurang lebih setengah hektar atau 5000 m2 dekat rumahnya. Dia mau memanfaatkan sedikit yaitu 100 m2 untuk beternak lele, sebagai uji coba. Beternak ikan lele relatif mudah karena 3 bulan sudah bisa panen, dan sudah banyak pedagang pengepul yang siap membelinya.
Tahun 1
Amir memulai usahanya dengan modal 8 juta rupiah, memanfaatkan tabungan dan pinjam dari orang tua. Untuk sementara kolamnya dibuat dari terpal, bukan kolam permanen. Perencanaan kebutuhan modalnya :
Biaya pembuatan kolam : Rp 5.000.000,-
Biaya pembelian 15.000 bibit lele : Rp 975.000,-
Biaya beli pakan untuk 3 bulan : Rp 2.000.000,-
Bisnis ikan lele ditekuninya sambil tetap menjadi guru, karena beternak lele tidak memerlukan perawatan yang ketat. Untuk menambah pakan lele, di sela-sela waktunya terkadang dia mencari keong dan bekicot untuk menambah pakan lele. Dan 3 bulan kemudian Amir sudah panen, dan menghasilkan ikan lele sekitar 1 ton atau 1000 kg. Hanya sedikit lele yang mati. Dengan harga jual ke pembeli besar seharga Rp 6000 /kg, amir mendapatkan uang kurang lebih 6 juta rupiah.
Amir menikmati beternak lele ini, sekalipun selama 3 bulan hanya mendapatkan keuntungan kotor 3 juta rupiah. Kadangkala sebagian kecil hasil panen lelenya dia bagi-bagikan ke beberapa tetangganya, sambil berharap bahwa apa yang dilakukan juga bisa dinikmati oleh orang lain. 1 tahun Amir bisnis, dia telah panen sebanyak 4 kali. Dia sudah melunasi utangnya pada orang tuanya. Sekalipun dia tidak mendapat keuntungan yang berarti, namun dia cukup puas. Toh, dia masih cukup dengan gaji dari mengajarnya.
Tahun 2
Amir merasa yakin bisa mengembangkan bisnis pembesaran ikan lelenya untuk mendapat keuntungan yang lebih besar. Dia menyiapkan rencana untuk membuat kolam ikan seluas 300 m2, dengan bentuk kolam permanen. Lebih memudahkan perawatan dan lebih aman, misalnya dari serangan ular.
Keinginannya untuk segera sukses dalam bisnis begitu menggebu dan menggelora. Amir meyakinkan orangtuanya bahwa dia butuh bantuan agar usahanya sukses, dan bisa mengangkat ekonomi keluarga. Dari orangtuanya Amir mendapat bantuan 30 juta. Karena masih kurang dia melobby salah satu pamannya yang kaya, mendapat pinjaman 20 juta rupiah, dan berjanji akan mengangsur selama 1 tahun kepada pamannya.
Rencana pembiayaannya :
Membuat kolam permanen 300 m2 : Rp 35.000.000,- (35 juta)
Beli bibit 45.000 ekor : Rp 3.150.000,- (3,6 juta)
Biaya pakan selama 3 bulan : Rp 7.000.000,- (7 juta)
Amir menggunakan sisa modal untuk biaya operasional, karena dia akan mengangkat 1 tenaga kerja paruh waktu, yaitu kerja pagi dan sore hari Sehingga pekerja itu tidak kehilangan pekerjaannya sebagai buruh tani, dengan gaji 400 ribu per bulan. Amir memutuskan untuk berhenti menjadi guru, yang semula ditentang oleh keluarganya dan para teman gurunya. Namun dia sudah bertekad bulat untuk total dalam bisnisnya.
Setelah 3 bulan, sesuai yang direncanakan, Amir panen. Dia buat pembesaran bertahap, diatur agar tiap bulan bisa panen 15.000 ekor. Dan mendapatkan ikan lele sekitar 1 ton yang bernilai uang sekitar 6 juta rupiah.
1,5 juta dia buat mencicil utang pada pamannya, 2 juta untuk putaran per bulannya, dan 400 ribu untuk gaji pegawai. Sisanya atau 2,1 juta pper bulan digunakan untuk operasional Amir sendiri, yang memang kecil, namun sudah cukup untuk kebutuhannya.
Bulan-bulan berikutnya dia mendapat tambahan dari panen yang meningkat di atas 1 ton, plus naiknya harga ikan lele. Sehingga Amir bisa semakin menikmati bisnisnya.
Di bulan ke delapan, tiba-tiba harga pakan naik dan justru harga ikan lele turun, dia mencoba untuk tetap tenang, dan berharap bulan berikutnya situasinya menjadi lebih baik.
Namun yang diharapkannya justru sebaliknya, di bulan ke sepuluh, harga pakan tetap tinggi, harga ikan lele turun, di tambah secara tiba-tiba lelenya banyak yang mati, hampir separo. Pendapatannya turun drastis, apalagi untuk mencicil utang dan menggaji tenaganya, bahkan untuk modal putarannya pun sudah sangat pas-pasan.
Keadaan ini terus terjadi sampai akhir tahun ke 2 bisnisnya, sehingga membuatnya kacau dan tidak bisa tenang lagi. Dan semakin terlihat bisnisnya sedang di ujung kebangkrutan, karena kerugian yang dia alami. Dia merasa malu dengan pamannya karena cicilan hutangnya tidak lancar. Dia merasa tidak enak dengan orangtuanya, karena dia sudah terlanjur memberi harapan yang menggiurkan. Sementara beberapa mantan teman gurunya, menyalahkan dia kenapa dia keluar dari pekerjaan sebagai guru.
Tahun ke 3
Amir belum siap dengan kekacauan bisnisnya, dia tidak merencanakan kemungkinan bisnisnya akan mengalami hal seperti ini. Hidupnya menjadi kacau, dan sering gelisah sendiri. Setiap malam Amir tidak bisa tidur, dan baru bisa tidur menjelang subuh atau habis subuh. Dia mengalami kejadian seperti ini selama 3 bulan. Bisnisnya memang tetap berjalan, namun seadanya, karena dari sisa uangnya dia hanya sanggup beternak bibit sebanyak 30.000 ekor, dan semakin mengecil. Sekalipun dengan susah payah untuk mempertahankannya. Dan gaji tenaganya dia kurangi menjadi hanya 300 ribu per bulan, dengan kerjaan yang dikurangi juga.
Gairah bisnisnya melemah, dan dia mulai bimbang, antara meneruskan bisnis yang kacau itu atau kembali bekerja saja. Namun problemnya, Amir sudah terlanjur merubah sawahnya menjadi bangunan. Dan akan sangat sulit untuk merubahnya menjadi sawah lagi. Dia betul-betul dalam keadaan tertekan.
Sampai kemudian dia ketemu lagi dengan temannya yang pengusaha, yang justru menasihatinya agar tetap bersabar, dan terus menjalankan usahanya. Temannya berkata bahwa kegagalan seperti itu wajar terjadi dalam permulaan bisnis. Sambil temannya menasihatinya untuk terus selalu berprasangka baik (husnuddlon) pada ALLAH SWT.
Berprasangka baik atau berpikir positif, akan memudahkan kita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan kalau kita dekat dengan Allah SWT akan membuat diri kita menjadi tenang. Tetap dalam ketenangan akan memudahkan penyelesaian masalah yang kita hadapi serta mencari jalan keluarnya.
Setelah merenungkan nasihat temannya, beberapa waktu kemudian, Amir memutuskan untuk meneruskan usahanya. Dia mencoba bangkit lagi. Dengan perasaan yang dipenuhi dengan rasa malu, dia temuinya pamannya untuk memberi kelonggaran waktu agar bisa bisa menunda pencicilan hutangnya. Semula pamannya tidak bisa menerima, namun setelah melihat kesungguhan Amir, akhirnya bisa menerima.
Dan kepada orang tuanya, dia meminta maaf karena telah ikut menyulitkan keluarganya, dan memohon ijin orangtuanya untuk meneruskan bisnisnya. Semula orang tuanya menolak dan berharap agar Amir kembali menjadi guru. Namun melihat kesungguhan anaknya akhirnya orang tuanya luluh juga.
Amir memutuskan meminjam uang di sebuah BPR dengan jaminan sepeda motornya dan milik bapaknya. Dia tidak perlu banyak, karena hanya untuk biaya produksi lelenya lagi.
Namun apa yang terjadi? Beberapa bulan pendapatannya tetap kurang untuk menutup biaya pakan dan karena harga jual ikan lele masih flukuatif cenderung turun. Mungkin karena pasokan di pasaran yang terlalu banyak. Selama ini dia masih memasarkan dengan pembeli yang datang ke rumahnya. Dan tidak pernah mencari pasar sendiri. Usahanya bahkan bangkrut lagi karena lelenya tiba-tiba banyak yang mati, di akhir tahun ke 3. Kembali dia menemui kekacauan baru. Kendati dia telah belajar menghadapi kegagalan namun situasi sekarang menjadi tambah berat, karena dia terjerat hutang pada sebuah bank kredit (BPR) senilai 10 juta, hasil dari menggadaikan 2 motor. Setiap bulannya setidaknya dia harus mengangsur hampir 500 ribu. Belum lagi hutang pada pamannya.
Tahun ke 4
Kebangkrutan yang ke 2 ini berjalan sampai tahun ke 4. Modalnya habis lagi, karena sisa penjualan sudah dia gunakan untuk mengangsur hutang. Dia benar-benar hidup dalam tekanan dan keprihatinan, di tambah situasi di lingkungannya yang seakan-akan sinis mengejeknya bahwa dia tidak bakat berbisnis dan lebih baik bertani saja. Dan berbagai omongan lainnya. Hanya temannya yang pengusaha yang terus mau menerima keadaannya dan memotivasinya untuk tidak putus asa.
Sampai suatu saat, ada sebuah training kewirausahaan gratis yang diadakan oleh sebuah instansi pemerintah. Kebetulan trainernya sangat pas dengan masalah yang dia hadapi, dan juga seorang pengusaha yang berjuang dari nol, dan telah mengalami beberapa masalah, namun mampu bangkit dari keterpurukan. Hasil training itu benar-benar mampu memotifasi, membangkitkan semangat dan memberikan keyakinan baru bahwa akan selalu ada jalan keluar bagi setiap masalah kalau kita mau berusaha.
Dengan semangat baru untuk bangkit kembali dari keterpurukan, Amir berpikir keras agar usahnya tetap berjalan. Dari pada terus menerus memikirkan kegagalan dan beban hutangnya, lebih baik dia fokus untuk meneruskan usahanya agar bisa menguntungkan.
Dia menemui sekali lagi pihak-pihak di mana dia punya utang, meminta toleransi agar dia bisa mundur pembayarannya. Kemudian dia menemui penjual bibit lele, yang semula di bayar cash dimuka, sekarang dinego agar bisa dibayar setelah panen. Kemudian dia melangkah lebih jauh lagi dengan mengembangkan pakan lele. Melihat harga pakan ikan lele yang harganya tetap mahal. Dia berinisiatif mencari alternatif pakan lainnya.
Beberapa waktu terakhir dia memperhatikan banyak warung makan yang memiliki limbah makanan yang cukup banyak. Di antara limbah itu ada nasi, tulang, duri ikan, kepala ikan dan lain-lain. Padahal limbah makanan itu masih banyak kandungan yang dibutuhkan ikan lele seperti protein. Segera dia menguhubungi pemilik warung dan berniat membelinya, namun ternyata beberapa warung memberikannya secara gratis. Kalaupun ada yang harus dibeli paling dengan harga sekedarnya. Jauh lebih murah dari pakan lele yang sudah melambung sampai Rp 4.500 per kg.
Segera dia gunakan “pakan lele” yang baru itu. Sisa makanan baik berupa nasi, duri & kepala ikan, tulang dan lainnya, dia rebus dalam air masukkan di sebuah ember. Di atas ember dia letakkan sebuah bola plastik yang diikatkan ke ember. Jadi kalau embernya penuh akan tenggelam, kalau habis maka bola akan menyembul ke atas, yang bisa menunjukkan pakan lele telah habis.
Hasilnya luar biasa, dia tidak membutuhkan modal banyak untuk bibit lelenya, serta pakan lele alternatifnya ternyata sangat cocok, di mana ikan lelenya tumbuh lebih besar dan menjadi lebih kebal terhadap serangan hama. Secara perlahan namun pasti, dibulan-bulan berikutnya dia telah mengurangi pakan lele yang beli dari toko sampai hanya 25% dan menggantinya dengan pakan alternatifnya. Hal ini jelas berdampak pada tingkat keuntungan bisnisnya.
Akhir tahun keempat ini bisnisnya sudah berjalan lagi dan menguntungkan. Secara bertahap dia sudah bisa mulai mengangsur hutangnya. Dan menambah investasi. Belajar dari pengalaman masa lalunya, Amir tidak mudah lupa diri. Dia sadar, dia masih perlu mengembangkan usahanya, sehingga dia tetap memilih hidup secukupnya, tidak berfoya-foya dan menggunakan setiap sisa keuntungan untuk menambah investasinya.
Tahun ke 6
Kolamnya sudah berkembang menjadi 600 m2, memanfaatkan pinjaman lunak dari sebuah bank, yang bunganya benar-benar ringan, tidak seperti di BPR dulu yang bunganya cukup tinggi. Sedangkan hutang-hutang dari pamannya dan temennya sudah dia lunasi. Dan dengan cara baru dalam pembesaran ikan lele, sekarang dia sudah bisa memanen rata-rata 2,5 ton setiap bulannya. Dia mendapatkan keuntungan bersih 6 juta rupiah setiap bulannya.
Dia sudah merencanakan untuk membangun kolam kembali, yang akan disewakan kepada masyarakat disekitarnya, dengan sistem bagi hasil, karena mereka mulai tertarik untuk mengikuti jejaknya. Apalagi dia sudah ketemu dengan salah satu pengusaha yang bergerak dalam ekspor ikan. Dan tertarik untuk mencoba ekspor ikan lele.
Amir juga menjadi lebih taat beribadah dan lebih bijak menghadapi persoalan-persoalan hidup, kalau ketemu orang yang mengalami kesulitan dia segera menyarankan dengan mendorong agar orang itu mendekatkan diri pada Allah SWT, seperti firman Allah:
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”
(Q.S. Al Baqarah: 45 – 46)
Hal-hal yang bisa kita pelajari dari keberhasilan Amir :
Amir seorang pengusaha yang tinggal di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Semula Amir adalah merupakan pemuda desa pada umumnya, dimana setelah lulus kuliah ingin sekali menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Begitu lulus kuliah pada tahun 1995, pilihan Amir adalah menjadi guru, dengan harapan suatu saat akan diangkat menjadi PNS.
Dengan status guru tidak tetap di suatu SMA, Amir mendapat honor yang sangat kecil, yang tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan setiap bulannya. Orang tuanya masih membantu untuk operasional dia sebagai seorang guru tidak tetap, dengan harapan yang sama bahwa bahwa suatu saat, secepat mungkin, Amir bisa diangkat menjadi PNS. Untuk menutupi kekurangannya dan mengurangi beban orang tuanya, Amir merangkap menjadi tenaga pengajar di sekolah swasta.
Pada tahun 2000, umur Amir sudah 30 tahun dan telah mengabdi menjadi guru selama 6 tahun. Berbagai lowongan PNS telah dia daftar, namun dia belum diterima juga. Ada keraguan apakah dia akan bisa menjadi PNS atau tidak, karena ada temennya sudah sudah jadi PNS, walaupun sebagian besar lainnya belum. Sementara setiap tahun, sarjana yang lulus dan ingin menjadi PNS semakin banyak. Hal ini bisa dilihat dari pendaftaran, yang bahkan untuk ambil formulir saja harus antri berjam-jam, bahkan dimulai dari subuh.
Sebenarnya dia masih cukup bersabar, karena mungkin belum rizkinya. Dia masih berharap untuk menjadi PNS, dimanapun yang penting PNS. Sampai suatu saat, dia ketemu dengan seorang sahabat lamanya semasa di SMA, yang kebetulan menjadi pengusaha. Usaha temennya ini di perdagangan rempah-rempah (bawang, brambang, cabai dll), kelihatannya sepele dan kecil. Namun ternyata omset temennya itu sekarang ini sudah mencapai 150 juta setiap bulan, dengan keuntungan bersih rata-rata 7,5 juta setiap bulannya.
Amir takjub dan terkesan, karena temennya ini tidak kuliah, namun hanya lulusan SMA. Sementara pendapatan Amir dari mengajarnya di 3 sekolah hanya rata-rata 1 juta setiap bulannya, itupun 50% habis untuk operasional atau masih pendapatan kotor, padahal dia adalah seorang sarjana bidang pendidikan jurusan mematika. Kalau dihitung-hitung pendapatan temennya senilai 7,5 kali lipat dari pendaptannya, artinya hasil usaha temennya 1 tahun sebanding dengan kerjanya 7,5 tahun. Perbandingan yang cukup besar. Dia masih ingat temennya ini mulai jualan rempah-rempah begitu lulus SMA, karena tidak ada biaya untuk kuliah.
Dengan rasa takjub, Amir mencoba ingin tahu lebih jauh, bagaimana proses keberhasilan temannya itu. Dia tidak mau hanya berpikir pasif bahwa semua itu hanya takdir dari Allah. Sampai akhirnya setelah beberapa kali ketemu dengan temennya, Amir termotivasi untuk menjadi pengusaha.
Semula Amir bingung harus berusaha apa, karena dia tidak memiliki modal, juga bisnis apa yang cocok untuk dilakukannya. Namun dia terus mencari ide bisnis yang cocok, mampu dia lakukan dan tidak membutuhkan modal besar. Modal bukan alasan utama bagi orang yang benar-benar ingin jadi pengusaha, akan selalu ada jalan bagi orang yang mau serius mencarinya.
5 bulan kemudian Amir menemukan ide bisnis beternak ikan lele, yang dari analisanya tidak membutuhkan modal besar dan relatif mudah. Juga kebetulan orang tuanya memiliki sawah kurang lebih setengah hektar atau 5000 m2 dekat rumahnya. Dia mau memanfaatkan sedikit yaitu 100 m2 untuk beternak lele, sebagai uji coba. Beternak ikan lele relatif mudah karena 3 bulan sudah bisa panen, dan sudah banyak pedagang pengepul yang siap membelinya.
Tahun 1
Amir memulai usahanya dengan modal 8 juta rupiah, memanfaatkan tabungan dan pinjam dari orang tua. Untuk sementara kolamnya dibuat dari terpal, bukan kolam permanen. Perencanaan kebutuhan modalnya :
Biaya pembuatan kolam : Rp 5.000.000,-
Biaya pembelian 15.000 bibit lele : Rp 975.000,-
Biaya beli pakan untuk 3 bulan : Rp 2.000.000,-
Bisnis ikan lele ditekuninya sambil tetap menjadi guru, karena beternak lele tidak memerlukan perawatan yang ketat. Untuk menambah pakan lele, di sela-sela waktunya terkadang dia mencari keong dan bekicot untuk menambah pakan lele. Dan 3 bulan kemudian Amir sudah panen, dan menghasilkan ikan lele sekitar 1 ton atau 1000 kg. Hanya sedikit lele yang mati. Dengan harga jual ke pembeli besar seharga Rp 6000 /kg, amir mendapatkan uang kurang lebih 6 juta rupiah.
Amir menikmati beternak lele ini, sekalipun selama 3 bulan hanya mendapatkan keuntungan kotor 3 juta rupiah. Kadangkala sebagian kecil hasil panen lelenya dia bagi-bagikan ke beberapa tetangganya, sambil berharap bahwa apa yang dilakukan juga bisa dinikmati oleh orang lain. 1 tahun Amir bisnis, dia telah panen sebanyak 4 kali. Dia sudah melunasi utangnya pada orang tuanya. Sekalipun dia tidak mendapat keuntungan yang berarti, namun dia cukup puas. Toh, dia masih cukup dengan gaji dari mengajarnya.
Tahun 2
Amir merasa yakin bisa mengembangkan bisnis pembesaran ikan lelenya untuk mendapat keuntungan yang lebih besar. Dia menyiapkan rencana untuk membuat kolam ikan seluas 300 m2, dengan bentuk kolam permanen. Lebih memudahkan perawatan dan lebih aman, misalnya dari serangan ular.
Keinginannya untuk segera sukses dalam bisnis begitu menggebu dan menggelora. Amir meyakinkan orangtuanya bahwa dia butuh bantuan agar usahanya sukses, dan bisa mengangkat ekonomi keluarga. Dari orangtuanya Amir mendapat bantuan 30 juta. Karena masih kurang dia melobby salah satu pamannya yang kaya, mendapat pinjaman 20 juta rupiah, dan berjanji akan mengangsur selama 1 tahun kepada pamannya.
Rencana pembiayaannya :
Membuat kolam permanen 300 m2 : Rp 35.000.000,- (35 juta)
Beli bibit 45.000 ekor : Rp 3.150.000,- (3,6 juta)
Biaya pakan selama 3 bulan : Rp 7.000.000,- (7 juta)
Amir menggunakan sisa modal untuk biaya operasional, karena dia akan mengangkat 1 tenaga kerja paruh waktu, yaitu kerja pagi dan sore hari Sehingga pekerja itu tidak kehilangan pekerjaannya sebagai buruh tani, dengan gaji 400 ribu per bulan. Amir memutuskan untuk berhenti menjadi guru, yang semula ditentang oleh keluarganya dan para teman gurunya. Namun dia sudah bertekad bulat untuk total dalam bisnisnya.
Setelah 3 bulan, sesuai yang direncanakan, Amir panen. Dia buat pembesaran bertahap, diatur agar tiap bulan bisa panen 15.000 ekor. Dan mendapatkan ikan lele sekitar 1 ton yang bernilai uang sekitar 6 juta rupiah.
1,5 juta dia buat mencicil utang pada pamannya, 2 juta untuk putaran per bulannya, dan 400 ribu untuk gaji pegawai. Sisanya atau 2,1 juta pper bulan digunakan untuk operasional Amir sendiri, yang memang kecil, namun sudah cukup untuk kebutuhannya.
Bulan-bulan berikutnya dia mendapat tambahan dari panen yang meningkat di atas 1 ton, plus naiknya harga ikan lele. Sehingga Amir bisa semakin menikmati bisnisnya.
Di bulan ke delapan, tiba-tiba harga pakan naik dan justru harga ikan lele turun, dia mencoba untuk tetap tenang, dan berharap bulan berikutnya situasinya menjadi lebih baik.
Namun yang diharapkannya justru sebaliknya, di bulan ke sepuluh, harga pakan tetap tinggi, harga ikan lele turun, di tambah secara tiba-tiba lelenya banyak yang mati, hampir separo. Pendapatannya turun drastis, apalagi untuk mencicil utang dan menggaji tenaganya, bahkan untuk modal putarannya pun sudah sangat pas-pasan.
Keadaan ini terus terjadi sampai akhir tahun ke 2 bisnisnya, sehingga membuatnya kacau dan tidak bisa tenang lagi. Dan semakin terlihat bisnisnya sedang di ujung kebangkrutan, karena kerugian yang dia alami. Dia merasa malu dengan pamannya karena cicilan hutangnya tidak lancar. Dia merasa tidak enak dengan orangtuanya, karena dia sudah terlanjur memberi harapan yang menggiurkan. Sementara beberapa mantan teman gurunya, menyalahkan dia kenapa dia keluar dari pekerjaan sebagai guru.
Tahun ke 3
Amir belum siap dengan kekacauan bisnisnya, dia tidak merencanakan kemungkinan bisnisnya akan mengalami hal seperti ini. Hidupnya menjadi kacau, dan sering gelisah sendiri. Setiap malam Amir tidak bisa tidur, dan baru bisa tidur menjelang subuh atau habis subuh. Dia mengalami kejadian seperti ini selama 3 bulan. Bisnisnya memang tetap berjalan, namun seadanya, karena dari sisa uangnya dia hanya sanggup beternak bibit sebanyak 30.000 ekor, dan semakin mengecil. Sekalipun dengan susah payah untuk mempertahankannya. Dan gaji tenaganya dia kurangi menjadi hanya 300 ribu per bulan, dengan kerjaan yang dikurangi juga.
Gairah bisnisnya melemah, dan dia mulai bimbang, antara meneruskan bisnis yang kacau itu atau kembali bekerja saja. Namun problemnya, Amir sudah terlanjur merubah sawahnya menjadi bangunan. Dan akan sangat sulit untuk merubahnya menjadi sawah lagi. Dia betul-betul dalam keadaan tertekan.
Sampai kemudian dia ketemu lagi dengan temannya yang pengusaha, yang justru menasihatinya agar tetap bersabar, dan terus menjalankan usahanya. Temannya berkata bahwa kegagalan seperti itu wajar terjadi dalam permulaan bisnis. Sambil temannya menasihatinya untuk terus selalu berprasangka baik (husnuddlon) pada ALLAH SWT.
Berprasangka baik atau berpikir positif, akan memudahkan kita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan kalau kita dekat dengan Allah SWT akan membuat diri kita menjadi tenang. Tetap dalam ketenangan akan memudahkan penyelesaian masalah yang kita hadapi serta mencari jalan keluarnya.
Setelah merenungkan nasihat temannya, beberapa waktu kemudian, Amir memutuskan untuk meneruskan usahanya. Dia mencoba bangkit lagi. Dengan perasaan yang dipenuhi dengan rasa malu, dia temuinya pamannya untuk memberi kelonggaran waktu agar bisa bisa menunda pencicilan hutangnya. Semula pamannya tidak bisa menerima, namun setelah melihat kesungguhan Amir, akhirnya bisa menerima.
Dan kepada orang tuanya, dia meminta maaf karena telah ikut menyulitkan keluarganya, dan memohon ijin orangtuanya untuk meneruskan bisnisnya. Semula orang tuanya menolak dan berharap agar Amir kembali menjadi guru. Namun melihat kesungguhan anaknya akhirnya orang tuanya luluh juga.
Amir memutuskan meminjam uang di sebuah BPR dengan jaminan sepeda motornya dan milik bapaknya. Dia tidak perlu banyak, karena hanya untuk biaya produksi lelenya lagi.
Namun apa yang terjadi? Beberapa bulan pendapatannya tetap kurang untuk menutup biaya pakan dan karena harga jual ikan lele masih flukuatif cenderung turun. Mungkin karena pasokan di pasaran yang terlalu banyak. Selama ini dia masih memasarkan dengan pembeli yang datang ke rumahnya. Dan tidak pernah mencari pasar sendiri. Usahanya bahkan bangkrut lagi karena lelenya tiba-tiba banyak yang mati, di akhir tahun ke 3. Kembali dia menemui kekacauan baru. Kendati dia telah belajar menghadapi kegagalan namun situasi sekarang menjadi tambah berat, karena dia terjerat hutang pada sebuah bank kredit (BPR) senilai 10 juta, hasil dari menggadaikan 2 motor. Setiap bulannya setidaknya dia harus mengangsur hampir 500 ribu. Belum lagi hutang pada pamannya.
Tahun ke 4
Kebangkrutan yang ke 2 ini berjalan sampai tahun ke 4. Modalnya habis lagi, karena sisa penjualan sudah dia gunakan untuk mengangsur hutang. Dia benar-benar hidup dalam tekanan dan keprihatinan, di tambah situasi di lingkungannya yang seakan-akan sinis mengejeknya bahwa dia tidak bakat berbisnis dan lebih baik bertani saja. Dan berbagai omongan lainnya. Hanya temannya yang pengusaha yang terus mau menerima keadaannya dan memotivasinya untuk tidak putus asa.
Sampai suatu saat, ada sebuah training kewirausahaan gratis yang diadakan oleh sebuah instansi pemerintah. Kebetulan trainernya sangat pas dengan masalah yang dia hadapi, dan juga seorang pengusaha yang berjuang dari nol, dan telah mengalami beberapa masalah, namun mampu bangkit dari keterpurukan. Hasil training itu benar-benar mampu memotifasi, membangkitkan semangat dan memberikan keyakinan baru bahwa akan selalu ada jalan keluar bagi setiap masalah kalau kita mau berusaha.
Dengan semangat baru untuk bangkit kembali dari keterpurukan, Amir berpikir keras agar usahnya tetap berjalan. Dari pada terus menerus memikirkan kegagalan dan beban hutangnya, lebih baik dia fokus untuk meneruskan usahanya agar bisa menguntungkan.
Dia menemui sekali lagi pihak-pihak di mana dia punya utang, meminta toleransi agar dia bisa mundur pembayarannya. Kemudian dia menemui penjual bibit lele, yang semula di bayar cash dimuka, sekarang dinego agar bisa dibayar setelah panen. Kemudian dia melangkah lebih jauh lagi dengan mengembangkan pakan lele. Melihat harga pakan ikan lele yang harganya tetap mahal. Dia berinisiatif mencari alternatif pakan lainnya.
Beberapa waktu terakhir dia memperhatikan banyak warung makan yang memiliki limbah makanan yang cukup banyak. Di antara limbah itu ada nasi, tulang, duri ikan, kepala ikan dan lain-lain. Padahal limbah makanan itu masih banyak kandungan yang dibutuhkan ikan lele seperti protein. Segera dia menguhubungi pemilik warung dan berniat membelinya, namun ternyata beberapa warung memberikannya secara gratis. Kalaupun ada yang harus dibeli paling dengan harga sekedarnya. Jauh lebih murah dari pakan lele yang sudah melambung sampai Rp 4.500 per kg.
Segera dia gunakan “pakan lele” yang baru itu. Sisa makanan baik berupa nasi, duri & kepala ikan, tulang dan lainnya, dia rebus dalam air masukkan di sebuah ember. Di atas ember dia letakkan sebuah bola plastik yang diikatkan ke ember. Jadi kalau embernya penuh akan tenggelam, kalau habis maka bola akan menyembul ke atas, yang bisa menunjukkan pakan lele telah habis.
Hasilnya luar biasa, dia tidak membutuhkan modal banyak untuk bibit lelenya, serta pakan lele alternatifnya ternyata sangat cocok, di mana ikan lelenya tumbuh lebih besar dan menjadi lebih kebal terhadap serangan hama. Secara perlahan namun pasti, dibulan-bulan berikutnya dia telah mengurangi pakan lele yang beli dari toko sampai hanya 25% dan menggantinya dengan pakan alternatifnya. Hal ini jelas berdampak pada tingkat keuntungan bisnisnya.
Akhir tahun keempat ini bisnisnya sudah berjalan lagi dan menguntungkan. Secara bertahap dia sudah bisa mulai mengangsur hutangnya. Dan menambah investasi. Belajar dari pengalaman masa lalunya, Amir tidak mudah lupa diri. Dia sadar, dia masih perlu mengembangkan usahanya, sehingga dia tetap memilih hidup secukupnya, tidak berfoya-foya dan menggunakan setiap sisa keuntungan untuk menambah investasinya.
Tahun ke 6
Kolamnya sudah berkembang menjadi 600 m2, memanfaatkan pinjaman lunak dari sebuah bank, yang bunganya benar-benar ringan, tidak seperti di BPR dulu yang bunganya cukup tinggi. Sedangkan hutang-hutang dari pamannya dan temennya sudah dia lunasi. Dan dengan cara baru dalam pembesaran ikan lele, sekarang dia sudah bisa memanen rata-rata 2,5 ton setiap bulannya. Dia mendapatkan keuntungan bersih 6 juta rupiah setiap bulannya.
Dia sudah merencanakan untuk membangun kolam kembali, yang akan disewakan kepada masyarakat disekitarnya, dengan sistem bagi hasil, karena mereka mulai tertarik untuk mengikuti jejaknya. Apalagi dia sudah ketemu dengan salah satu pengusaha yang bergerak dalam ekspor ikan. Dan tertarik untuk mencoba ekspor ikan lele.
Amir juga menjadi lebih taat beribadah dan lebih bijak menghadapi persoalan-persoalan hidup, kalau ketemu orang yang mengalami kesulitan dia segera menyarankan dengan mendorong agar orang itu mendekatkan diri pada Allah SWT, seperti firman Allah:
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”
(Q.S. Al Baqarah: 45 – 46)
Hal-hal yang bisa kita pelajari dari keberhasilan Amir :
- Selalu husnuddlon pada Allah SWT (berpikir positif), bahwa apapun yang terjadi dengan kita ada hikmahnya. Sehingga bisa terus tekun dan ulet berusaha, dan tidak mudah berputus asa.
- Tenang dalam menghadapi kesulitan akan memunculkan kreatifitas. Ketenangan menciptakan pikiran yang fokus dan terarah.
- Keputusan untuk keluar dari pekerjaan, dan fokus ke bisnis memang beresiko besar. Namun resiko besar seringkali sepadan dengan hasilnya. Dengan fokus ke bisnis justru membuat usahanya bisa melewati rintangan-rintangan.
- Keberhasilan selalu membutuhkan waktu dan proses, tidak ada yang tiba-tiba dan instan. Kalaupun ada, bukanlah yang baik untuk diikuti, karena biasanya jumlahnya sedikit dan langka. Misalnya menang undian berhadiah. Yang biasanya akan segera habis, karena tidak tahu bagaimana menggunakan uangnya untuk investasi, yang diketahui hanya bagaimana membelanjakan uang.
0 komentar:
Posting Komentar